![]() |
Sumber: rencanamu.id |
Mengajar sesungguhnya adalah belajar. Mereka yang berhenti belajar harusnya berhenti menjadi pengajar -- Khairil Akbar.
Dosen maupun guru merupakan profesi yang tidak sekadar
mengedukasi peserta didik, juga dibebankan untuk mengevaluasi pembelajaran
dengan beragam model. Nah, ujian adalah caranya. Ia merupakan salah satu cara
untuk mengukur kemampuan peserta didik.
Memang tidak hanya ujian, mengerjakan tugas, aktif di
dalam kelas, hingga kehadiran dapat dijadikan dasar dalam menilai. Namun,
biasanya ujian tetap berlaku, baik di tengah maupun di akhir semester. Melalui
ujianlah biasanya kemampuan peserta didik lebih mudah diketahui.
Layaknya iman, kita tidak bisa mengatakan diri telah
beriman begitu saja sebelum melalui beragam macam ujian. Tuhan tidak membiarkan
hal semacam itu terjadi. Tuhan justru menyindir orang-orang yang demikian
dengan mengatakan “mereka tidak beriman”.
Jika di dalam kehidupan saja ada ujian, maka dalam
setiap proses pembelajaran tentu juga ada yang namanya ujian. Meski melulu
dengan ujian tidaklah baik, setidaknya ujian tetap digunakan dalam nyaris semua
sendi kehidupan. Anda ingin menjadi sesuatu juga harus lulus ujian seleksi,
bukan?
Baca juga: Penelitian: Tujuan dan Cara Menyikapinya
Ujian ini beragam istilah dan modelnya. Jika dilihat
dari sisi soal, pilihan ganda dan esai adalah dua model yang paling sering
digunakan. Meski begitu, dosen dan guru tetap bebas untuk memilih salah satu
atau keduanya, atau malah menggabungkan kedua model itu dalam satu ujian.
Terlepas dari itu semua, seorang guru dosen maupun
haruslah bersikap fair atau adil dalam menilai. Perasaan tidak boleh
diikutsertakan dalam mengamati jawaban peserta didiknya. Jika soalnya pilihan
ganda, dosen dan guru mungkin akan mudah terselamatkan dari “bawa-bawa perasaan
ini”. Masalahnya justru berada pada soal esai.
Esai
sendiri adalah satu bentuk tes tulis yang susunannya terdiri atas item-item
pertanyaan yang masing-masing mengandung masalah dan menuntut peserta didik
memberi jawaban berupa uraian-uraian kata yang merefleksikan kemampuan berpikir
mereka.
Kebanyakan soal esai bahkan tidak mendasarkan
jawabannya pada satu teks jawaban tertentu. Meski mungkin ada dosen atau guru
yang sangat teksbook, jawaban esai tetap berpijak pada makna, bukan teks
atau kalimatnya. Kesukaran menilai soal esai mulai terlihat di sini.
Selanjutnya, soal esai juga memberi peluang bagi
peserta didik untuk mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjelaskan apa yang
ia ketahui tentang soal yang diajukan. Perintah “jelaskan” dalam soal ini
menambah beban dosen atau guru karena sulitnya menentukan batasan.
Di samping itu, nilai pada setiap soal tidak bersifat
tunggal layaknya pilihan ganda yang hanya mengenal satu jawaban benar. Esai
bahkan memungkinkan seluruh jawaban mendapat nilai namun dengan gradasi yang
berbeda-beda. Lantas bagaimana menentukan narasi yang lebih baik dan mana yang
biasa saja?
Baca juga: Belajar Itu Investasi
Berdasarkan pengalaman
dan hasil bacaan, tulisan ini mencoba membantu para dosen ataupun
guru—khususnya pemula—agar lebih adil dan objektif dalam mengamati dan menilai
jawaban peserta didiknya. Tentu yang menjadi fokus kita adalah menilai jawaban
esai, bukan pilihan ganda.
Pertama, buatlah soal termasuk
kriterianya. Selain perintah “jelaskan”, dalam satu soal dapat pula disisipkan
perintah “sebutkan”. Jika terdapat dua perintah ini, maka bobot nilai bisa
dibagi dua sama rata maupun secara proporsiaonal seperti 30:70.
Oh iya, sebelum membagi
bobot nilai dalam satu soal, secara keseluruhan bobot itu juga harus dibagi.
Agar lebih mudah, setiap soal ada baiknya disamaratakan. Jika 100 adalah nilai
keseluruhan di mana soal yang bapak/ibu berikan adalah 5 soal saja, maka setiap
soal bernilai 20.
Nah, dari 20 itu tentu
tidak selalu diberi nilai penuh (full). Terkadang bapak/ibu bisa memberi
nilai 5, 10, 15, maupun dalam bentuk kelipatan lain yang tidak lebih dari 20.
Di sinilah cara pertama di atas sangat membantu bapak/ibu sekalian.
Contoh:
Sebut dan jelaskan tiga
asas pemerintahan daerah!
Jika hanya disebut, maka
nilai maksimalnya adalah 10 dan jika disebut serta dijelaskan, maka nilai
maksimalnya adalah 20.
Kedua, untuk
masing-masing perintah ada baiknya dibuat pula gradasi dan kriterianya. Sebagai
contoh, perintah sebutkan dapat diberi nilai 0, 5, dan 10. Artinya, jika yang
kita kehendaki tidak dijawab, maka berilah nilai 0. Jika yang disebutkan hanya
setengahnya, beri nilai 5, dst.
Baca juga: Resmi Jadi Alumni UII
Perintah “jelaskan”
sebenarnya berlaku prinsip yang sama. Namun di sini bapak/ibu tidak bermain di
angka (kuantitas), melainkan pada kualitas jawaban. Bapak/ibu dapat saja
membuat beberapa list kata atau semisalnya sebagai standar maksimal. Namun
fokusnya tetap pada kekuatan narasi jawaban.
Selain itu, kepadatan
jawaban dan/atau panjangnya narasi jawaban juga dapat bapak/ibu pertimbangkan.
Hanya saja, bapak/ibu jangan terkecoh dengan panjangnya jawaban sebab terkadang
jawaban demikian tidak sama sekali yang bapak/ibu inginkan.
Ketiga, jawaban peserta
didik harus dibaca seluruhnya. Agar tidak timpang, ada baiknya soal pertama
dibaca terlebih dahulu untuk setiap siswa agar bapak/ibu mendapat gambaran
seperti apa rata-rata jawaban mereka serta mengelompokkan jawaban yang sama
untuk dikurangi nilainya.
Jangan sampai jawaban
yang pertama bapak/ibu beri nilai tinggi, namun pada jawaban temannya yang lain
dengan narasi yang persis sama bapak/ibu beri nilai rendah karena dianggap
plagiat atau mencontek. Keduanya harus disikapi secara adil.
Terkhusus di era normal
baru yang memaksa kita belajar dan mengajar serta beraktifitas secara daring,
jawaban yang relatif sempurna wajib diamati. Pasalnya, melalui mesin pencarian
biasanya pertanyaan kita dengan mudah dicari jawabannya.
Memang sih ada beberapa orang
yang tidak teliti dan sangat mudah kita ketahui apakah dia menyalin-tempel
jawaban atau tidak. Namun, di sana juga ada loh peserta didik yang cerdas
dan dapat mengelabui guru atau dosennya. Kita jangan mau kalah canggih, ya
bapak/ibu.
Terakhir, saat memeriksa
soal, janggan pernah melihat identitas khususnya nama peserta didik. Identita itu
bapak/ibu lihat ketika hendak menyalin nilai ke lembar nilai. Dan yang terpenting,
hasil pemeriksaan tetap bapak/ibu simpan setidaknya sampai masa sanggah berakhir, ya.
Berikut adalah contoh
rubrik penilaian yang mudah-mudahan membantu bapak/ibu untuk bersikap adil dan
objektif dalam memeriksa soal esai. Rubrik ini bisa ditambah dan dikurangi
bahkan dimodifikasi sesuai kebutuhan bapak/ibu sekalian.
Contoh soal dan rubrik
penilainnya:
1. Sebut dan jelaskan dua saja prinsip Pemilihan Umum!
1. Sebut dan jelaskan dua saja prinsip Pemilihan Umum!
Soal Nomor
|
Penilaian
|
Total Nilai
|
||||
Lengkap
|
Benar
|
Kejelasan
|
||||
1
|
Jumlah yang dijelaskan
|
1
|
√
|
X
|
3
|
17
|
2
|
√
|
√
|
||||
Jumlah yang disebutkan
|
1
|
√
|
√
|
|||
2
|
√
|
√
|
||||
2
|
Jumlah yang dijelaskan
|
|||||
Jumlah yang disebutkan
|
||||||
Nilai Maksimal
|
8
|
8
|
4
|
20
|
Jika bapak/ibu punya pengalaman dan/atau trik lainnya, silakan beri pandangannya di kolom komentar, ya!