Begitu banyak orang risih dengan
pemberitaan belakangan ini. Pasalnya, berita yang mereka saksikan tak lain
adalah berita yang sama dan tidak kunjung usai. Berita yang dimaksud adalah sidang
kasus kopi bersianida yang disinyalir sebagai peneybab kematian Mirna. Dalam kasus
ini, Jessica merupakan terdakwa tunggal yang sampai hari ini belum ada
putusannya. Sebenarnya, begitu banyak hal yang menarik untuk dijadikan bahan
diskusi dari kasus ini. Hanya saja, tulisan ini tidak akan mengulas semuanya.
Peristiwa pidana pembunuhan Mirna
memang bukan perkara yang mudah. Namun, tidak semua orang berpikir sama dan
ingin menyaksikan berita ini terus menerus. Di media sosial akhirnya muncul
beberapa isu untuk mengalihkan pemberitaan itu. Di antaranya, ada yang membawa
kasus kematian Munir yang pemberitaannya tidak seheboh dan seserius penanganan
kasus Mirna. Menurut mereka, kasus Mirna tidak terlalu penting mengingat Mirna
bukanlah sosok yang terlalu populer apalagi penting di Indonesia. Sedangkan Munir
adalah sosok pejuang Hak Asasi Manusia.
Terakhir, banyak orang yang
membandingkan kasus kopi bersianida dengan aksi damai penolakan Ahok. Mereka juga
berasumsi bahwa media memang sudah tidak fair. Menurut mereka aksi yang
dihadiri oleh ribuan massa itu justru penting untuk diliput, tapi sayang tidak
ada beritanya di siaran TV nasional. Tiga stasiun TV (Metro, TV 1, dan Kompas)
disebut lebih tertarik menayangkan kasus Mirna (kopi bersianida). Kekesalan mereka
diperparah dengan pemberitaan yang menjadikan kasus ini layaknya sebuah sinetron dengan
episode-episodenya.
Terlepas dari bagaimana
orang-orang memandang kasus kopi bersianida ini, ada fakta menarik yang luput
dari perhatian kita. Kita sepatutnya bertanya, apa yang menyebabkan kasus ini
tidak kunjung membuktikan siapa pelakunya? Bahkan, semakin hari kiranya semakin
runyam permasalahannya. Terakhir, sianida yang ada dalam tubuh Mirna bahkan
diragukan sebagai penyebab kematiannya. Begitu banyak saksi ahli yang
didatangkan. Tidak cukup saksi di Indonesia, saksi dari luar negeri pun turut
dihadirkan (tapi ditangkap pula saksinya).
Mengapa kasus ini tidak kunjung
terbukti? Mengapa kebenaran kasus ini belum ditemukan? Paling tidak ada dua
alasan dalam hal ini. Pertama, karena
ada yang tidak jujur. Ketidakjujuran ini menjadi wajar dilakukan seseorang
karena hal itu pahit bagi dirinya atau orang lain. Kejujuran malah akan membuat
seseorang dipidana dengan sanksi yang berat. Tapi, semestinya kejujuran tidak
bisa ditawar. Jujur itu kewajiban siapapun di Indonesia bahkan di dunia. Ketidakjujuran
bisa berasal dari siapa saja; pada kuasa hukum, jaksa, bahkan diri kita yang tidak terlibat, he he he. Sumpah dalam
hal ini belum mampu memaksa mereka untuk jujur.
Karena kejujuran itu sulit
didapat, maka mesti ada mekanisme lain yang harus membuat kebenaran kasus ini
terungkap. Termasuk dalam hal ini adalah megnungkap ketidakjujuran para
pihak tadi. Maksudnya tentu pihak yang tidak jujur saja. Sebab, mustahil pula
seluruhnya tidak jujur. Bisa hancur negara ini. Kedua, karena ahli yang didatangkan ternyata tidak begitu ahli. Bahkan,
banyak ahli yang tidak punya hubungan langsung. Pada alasan kedua inilah nantinya penulis menawarkan solusi. Meski masih seputar ahli, namun ahli kali ini beda; begitu banyak orang yang ingin bahkan sudah megnklaim bahwa dirinya adalah ahli itu.
Kasus Mirna sebenarnya menjadi PR bagi
penegakan hukum di Indonesia. Sebab, perkara pidana ini bukan perkara sepele. Dalam doktrin hukum pidana, ada istilah “lebih
baik salah menjatuhkan sanksi daripada salah menghukum orang”. Itu sebabnya,
pakar psikologi (misalnya) mesti bisa membuktikan bahwa perilaku Jessica yang
demikian itu tidak normal dan mengindikasikan bahwa Jessicalah pelaku yang
menaruh sianida ke dalam kopi Mirna. Ahli lain juga mesti bisa membuktikan,
apakah dengan sianida sekian persen dapat membunuh seseorang? Demikianlah hukum,
ia mesti mencerminkan suatu kepastian, bukan duagaan-dugaan sekalipun bersumber
dari keilmuan.
Setelah bertanya mengapa, lantas
siapakah semestinya yang dihadirkan agar kasus ini selesai? Tetap jawabannya
adalah ahli. Tapi ahli kali ini berbeda sebagaimana dijelaskan tadi. Ahli ini adalah ahli yang dijamin
kebenarannya dan merupakan satu-satunya pemilik kebenaran. Oleh karenanya,
untuk mengungkapkan kebenaran di balik kematian Mirna, perlu dihadirkan ahli
dimaksud karena ia yang paling benar. Kaidahnya, mengungkap yang benar mesti dengan cara yang benar dan oleh orang yang benar.
Ahli itu adalah ahli sunnah wa
al-jamaah. Sebagaimana dijelaskan tadi, maka kehadiran saksi ahli sunnah ini akan meng-clear-kan masalah. Emang bagaimana
mereka mengungkap kebenarannya? Mereka cukup menjelaskan persoalan kematian. Cukup
menjelaskan? Emang bagaimana penjelasan mereka? Mereka akan mendasarkan jawaban
mereka pada firman bahwa “Tiap jiwa pasti akan mati”. Lalu mereka akan berkata
bahwa “Tiap ummat ada ajal. Maka jika datang ajal itu, tidak bisa diundur walau
sedetik juga tidak bisa dipercepat walau sedetik”. Kesimpulannya, kalaupun Mirna tidak
diracun, namanya sudah ajal (sudah tiba waktunya), maka ia tetap akan mati. Kematian
semata-mata karena seseorang telah datang ajalnya.
Tapi, solusi ini jangan
dipraktekkan. Sebab ia akan menggugat kehadiran Polisi, Jaksa, Hakim,
Pengacara, bahkan Negara. Bahkan dikhawatirkan akan memunculkan pandangan bahwa tidak perlu lagi kehadiran lembaga Negara karea
kematian merupakan ketetapan sebagaimana dijelaskan tadi. Sebagai penutup,
tulisan ini hanya sekadar menghibur dan mohon maaf jika tidak terhibur atau
justru tersinggung. Ayo beralih channel ke
berita lain dan perkaya informasi anda dengan hal-hal baru, he he he.