Dia cantik, tapi kadang-kadang. Entah kenapa itu yang terpikir
tentangnya. Sesekali aku menyukainya. Di beberapa foto ia memang terlihat manis.
Tapi, cantiknya tidak selalu, hanya sesekali. Maaf untuk kejujuran ini. Meski pahit,
kebenaran (jujur) itu mesti diungkap. Tentu tidak ada yang suka. Seperti obat,
berkata jujur itu sesungguhnya untuk kebaikan.
Dialah Verra Selviana (double “r”
atau bertasydid dalam istilah tajwidnya) yang cantiknya seperti kemunculan pelangi;
sesekali ada, lebih sering tiada. Aku tidak tahu apakah berat badannya turun
atau naik. Yang kutahu, cewek selalu lebih senang jika berat badan mereka
turun. Tapi, di mataku ia terlihat lebih gemuk. Mungkin pengaruh pakaian yang
semakin “syar’i”.
Verra itu tipe cewek setia. Ia memiliki sifat yang berlawanan denganku. Dia
sangat peka, sedangkan aku sering divonis tidak peka. Padahal—sebagai anak
hukum, lambang keadilan itu adalah cewek yang memegang timbangan dengan mata
tertutup. Maksudku, anak hukum sebagai penegak keadilan seharusnya
lebih peka. Mata tertutup itu sebenarnya simbol dari kepakaan, bahwa hukum yang
tidak pandang bulu itu mesti adil. Nah, kepekaanlah (hati) yang menuntun mereka
kepada putusan yang adil, bukan (mata) logika. Tapi apa boleh dikata, demikian aku di mata
orang.
Verra juga pintar. Untuk soal menghitung, dia jagonya. Tapi, dia juga
baperan. Sedikit saja ada hal yang sedih, mengharukan, dengan mudah air matanya
mengalir. Bahkan, saat ketawa dia juga bisa nangis. Di satu sisi ia sangat
matematis, logis, rasionalis, di sisi lain sangat cepat menangis. Aku tidak tahu apa
ini dua kepribadian yang bertolak, atau justru paduan yang sering ada pada jiwa
manusia.
Sangat senang bisa mengenalnya. Dia yang pernah membuatku cemburu (karena
jarang ngobrol denganku), kini malah sangat dekat. Sudah seperti saudaralah
kalau kata bang Haji Roma. Dia termasuk orang yang menganggapku tidak peka. Banyak
perilaku dan putusanku yang dianggapnya jahat. “Kamu kok gitu sih Ril?”
responnya suatu ketika. Respon ketidaksetujuannya terhadap ketidakpekaanku. Nanti
akan kuceritakan bagian ini.
Verra jugalah orang yang pernah digosipkan “dekat” denganku. Beberapa foto
kami, sempat disangka sebagai bukti kedekatan itu. Sebenarnya, dekat dengan
Verra ya soal wajar. Kami satu penempatan dan sering ngumpul bareng. Dengan yang
lain juga dekat. Tapi, tidak masalah mereka menyangka demikian. Dugaan-dugaan (nggak tahu baik atau buruk) itu semakin dimainkan dengan acting ala-ala. Akhirnya, sebagian orang percaya bahwa kami punya hubungan spesial. Ucapan
selamat berdatangan. Sedikit heran. Mengapa musibah ini ditanggapi dengan
ucapan selamat? He he he.
Btw, terimakasih sudah menerima kekurangan, kekonyolan, dan bersedia
sabar menghadapi orang sepertiku. Tidak mungkin bisa kulupakan momen-momen di
mana kita sempat sangat dekat (bukan berdua, tapi berdelapan). Terimakasih sudah
mau jadi pacar pura-pura dan setidaknya mengusik dunia maya. Terakhir, semoga istiqamah
dalam kebaikan.