Ilustrasi
Agama itu tampak jelas dari
rutinitas ibadah penganutnya. Oleh karenanya, menjaga agama mesti diartikan
pula dengan menjaga kebebasan menjalankan perintah agama, bukan malah
menciptakan aturan yang memperberat syarat pembangunan rumah ibadah dan
menindas agama minoritas.
Awalnya tidak ingin
mengomentari soal pendirian mesjid di Aceh. Beberapa perilaku mereka belakangan
ini cukup menjelaskan cara pandang, kehendak, dan memang buang-buang waktu saja
jika ditanggapi. Tapi ketika salah seorang--yang katanya mantan aktivis
Muhammadiyah--condong membela masyarakat penghalang pembangunan mesjid
Muhammadiyah, perlu ditegaskan bahwa itu hanya dinamika yang lumrah terjadi.
Ada baiknya menampik
pandangan itu dengan pandangan lain. Untuk itulah status ini saya tulis;
sebagai penyeimbang dan pembanding. Tentu, pandangan saya adalah berlawanan
dengan pandangan beliau. Pertama, pendirian mesjid
Muhammadiyah tidak pernah bertujuan memecah belah umat. Siapa saja boleh shalat
di mana saja. Ketika masuk ke lingkungan Muhammadiyah, ke mesjid misalnya,
tidak pernah ada persoalan background organisasi atau aliran. Siapa saja
silahkan beribadah di mesjid itu. Jadi mesjid Muhammadiyah bukan mesjid
kelompok.
Bahwa mesjid itu
dikelola oleh Muhammadiyah, benar. Namanya juga didirikan oleh Muhammadiyah,
wajar saja mesjid ini dikelola oleh Muhammadiyah. Sama saja halnya jika
didirikan oleh desa A misalnya, maka menjadi aneh kalau dikelola oleh desa B.
Tapi, apakah mesjid ini menjadi ekslusif? Tidak.
Kedua, persoalan apakah mesjid ini setingkat desa, kecamatan, atau
mukim, tidak bisa kita kelompokkan demikian. Muhammadiyah tidak mengenal
istilah itu. Mesjid yang didirikan oleh Muhammadiyah ya mesjid umat, mau itu di
level desa, kecamatan, kabupaten sekalipun, ya sama saja.
Ingat,
Muhammadiyah bukan pemerintahan, tapi ia organisasi yang selevel dengan
pemerintahan. Dalam pemerintahan tertentu mungkin diklasifikasikan mesjid
sesuai adat daerahnya. Biasanya kita mengenal istilah mesjid raya di provinsi atau
kabupaten. Tapi, apakah semua mesjid dimiliki oleh pemerintahan?
Sederhananya
begini, di beberapa lingkungan pemerintahan saja, di situ ada mushalla,
beberapa bahkan selevel mesjid, itu mesjid apa namanya? Desa? Mukim? Atau
Kecamatan? Tidak. Itu ya mesjid/mushalla kantor tersebut. Begitupun dengan
mesjid Muhammadiyah. Tidak bisa pemerintahan masuk dan mengatur sesukanya.
Kekhususan
Aceh bukan pada kapasitas memaksa organisasi tertentu mengikuti pola keacehan.
Tidak ada dasarnya bahwa Mesjid Muhammadiyah tidak boleh berdiri, atau berdiri
tapi merupakan mesjid desa, kecamatan, atau mukim. Tidak ada dasarnya.
Mesjid
desa ya dibangun oleh desa (masyarakatnya), mesjid Muhammadiyah ya dibangun
oleh Muhammadiyah. Bahwa siapa membantu siapa, itu lain pula permasalahannya.
Masih mau diperdebatkan lagi? Itu mesjid ormas lain dipermasalahkan juga donk!
Mesjid kecamatankah, desa, atau mesjid mukim?
Ketiga, bagaimana dengan mesjid lain yang sebenarnya jamaahnya belum
penuh? Hal ini boleh belajar dari desa saya. Di Lawe Loning mulanya mesjid
Muhammadiyah mengadakan shalat jumat sendiri. Akibatnya jumlah jamaah di mesjid
desa berkurang. Kemudian mereka bermusyawarah dan kembali shalat jumat bersama.
Kalau
ternyata tidak ditemukan solusinya, apa boleh buat. Mungkin ini sudah sangat
prinsipil. Jadi ya masing-masing beribadah sesuai keyakinan mereka saja. Tapi,
jika sifatnya hanya furu'iyah dan tidak sampai menyentuh prinsip, keduanya
mesti legowo dan terbuka dalam mencari solusi.
Dalam
shalat lain bagaimana? Ya nggak apa-apa. Nggak usah panik dan lebay. Toh selama
ini juga yang nggak jamaah nggak ada masalah. Biarkan saja jamaah
masing-masing. Yang nggak boleh itu dua jamaah satu mesjid. Kalau di masyarakat
boleh jamaah di rumah, masa sih jamaah di mesjid yang berbeda tidak boleh? Kan
sama-sama dalam satu desa.
Terakhir,
memahami Muhammadiyah yang benarlah. Jangan lugu-lugu amat. Muhammadiyah bukan
ahlu al-sunnahlah, aliran sesatlah, dst. Terus, Muhammadiyah jangan dipikir
sebagai paham jawa. Orang Aceh yang Muhammadiyah itu banyak. Jadi nggak perlu
ngomong yang seakan paling Aceh dan paling ngerti Islam di Aceh. Ngakunya muslim,
kok bangun masjid dihalang-halangi.